Lulus yang Menantang
Yos Akbar Irmansyah
Saudaraku yang tercinta, kita sebagai penerus dokter-dokter Indonesia memang di tuntut untuk terus meningkatkan kualitas kita agar kita sebagai dokter Indonesia tidak kalah saing dengan dokter-dokter lulusan dari luar (Internasional) karena sudah bukan rahasia lagi, kita memang dituntut untuk berdaya saing secara global.
Buktinya saja sudah dilaksanakan beberapa babak penyisihan untuk mengkualifikasi dan meningkatkan standar mutu dokter Indonesia kedepannya, seperti dibetuk suatu SKDI (Standar Kompetensi Dokter Indonesia) yang kemudian di ujikan dalam UKDI (Ujian Kompetensi Dokter Indonesia) yang awalnya berupa paper based, dan sekarang menjadi computerised (CBT), dan bahkan tahun 2012 ini sudah ditetapkan pengujian untuk menseleksi lulusan dokter melalui OSCE Nasional. Sudah siapkah kita?? Kita gak perlu kaget masalah itu, karena itu kan merupakan tantangan yang mesi dihadapi ketika kita telah lulus dari tahap profesi (Coass) yah mungkin kita harus mempersiapkannya juga dari sekarang agar bisa lulus dengan nilai maksimal. Masalahnya bukan disitu, pendidikan kedoktran sudah mulai di seleksi sejak kita nanti lulus sebagai sarjana, dan syarat lulus sarjana harus mengerjakan skripsi atau Karya Tulis Ilmiah, bukan hanya asal sekedar menulis dan kemudian di ujikan melainkan harus terbit dalam jurnal ilmiah, dan keputusan ini sudah sah dan mulai berlaku pada agustus 2012 yaitu pada kelulusan atau angkatan 2009. “Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Rohmani, menilai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengambil langkah mundur karena menjadikan publikasi jurnal ilmiah sebagai syarat kelulusan mahasiswa, tapi tidak memberikan sanksi bagi yang tidak melaksanakan. Ketika Menteri sudah menyatakan tidak ada sanksi jika universitas tidak memberlakukan itu, sudah dinilai mundur mewajibkan itu," Nah tentu saja pernyataan dari Komisi X DPR ini bisa dianggap benar, karena dalam surat edaran tidak ada kata-kata mewajibkan untuk dilaksanakan. Jelas kalau wajib berarti akan harus dilakukan, dan apabila tidak dilakukan maka akan berdosa nah sama saja dengan kejadian ini, jika tidak dilakukan toh juga tidak ada sanksi yang memberatkan PTN/PTS di Indonesia dalam merealisasikan himbauan ini. Namun pelu diingat disisi lain, tujuan dari diadakannya kegiatan tersebut, tentu saja demi kebaikan kita semua, demi kemajuan pendidikan terutama pendidikan kedokteran di Indonesia, maka kita harus menyambutnya dengan baik dan berlapang dada, walau sekiranya pada tahun ini tidak bisa maksimal, tentunya ini wajar dan untuk mencapai sesuatu yang baik haruslah secara bertahap. Dirjen Dikti Djoko Santoso dalam surat edarannya mengungkapkan, hal ini harus dilakukan karena (1) Pendidikan tinggi di Indonesia umumnya masih mengedepankan nilai indeks prestasi kumulatif (IPK), sementara abai terhadap kompetensi sesungguhnya. Sehingga, banyak yang belum siap terhadap kebijakan ini. (2) Sistem penerimaan mahasiswa yang menekankan pada kualitas calon mahasiswa, pendidikan yang selama ini berorientasi pada nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang harus dikurangi. Karena menurutnya, selama ini, pendidikan di Indonesia hanya mengedepankan nilai. (Viva News 13 Februari 2012). Nah ini alasan yang logis bukan karena memang kalau dipikir dari tahun ke tahun PTN/PTS selalu mengedepankan nilai tetapi mereka tidak mengetahui apakah nilai yang didapatkan sesuai dengan pemahaman yang didapatkan oleh masing-masing mahasiswa. jika kebijakan ini dipaksakan dalam waktu dekat, banyak dampak buruk yang terjadi. Contohnya saja banyak mahasiswa yang secara kompetensi tidak melakukan riset, tidak menulis, ini akan jadi beban berat buat mereka. Karena kita lihat saja sistem pendidikan kedokteran di Inonesia saja berbeda-beda, tidak semua pada tahun ini menggunakan karya tulis atau skripsi sebagai syarat wisudaya, ada yang masih menggunakan sistem KKN, ada pula yang menerapkan sistem baru yaitu dengan menggunakan SKP (sistem kredit partisipasi). Kalau saja semua masih menggunakan KTI/skripsi sebagai syarat wisuda toh tidak menjadi masalah tinggal diadakan saja pelatihan agar karya tulis yang dihasilkan berbobot dan siap untuk di publikasikan di jurnal ilmiah. Bagaimana dengan yang tidak? Tentu saja apabila hal ini terjadi jelas akan banyak sekali mahasiswa yang kuliahnya lama serta efek lainnya adalah, banya biro jasa penulisan akan menjamur seperti yang kerap muncul saat ini. Disamping itu, jumlah karya tulis yang terbit dalam jurnal ilmiah setiap bulan/tahunnya tentu saja terbatas, kalau misalnya karya tulis kita tidak terbit tahun ini berarti kita menunda untuk wisuda, dan tidak menjamin tahun depan juga akan terbit karena akan diseleksi lagi dengan karya tulis yang masuk pada tahun berikutnya. Ini akan menyebabkan jumlah pengangguran sebelum wisuda, dan menyebabkan sesorang kerap kali harus mengadakan penelitian agar karya tulisnya terbit pada jurnal ilmiah. Tapi sampai kapan? Nah apapun alasannya, ini menjadi pemikiran bagi kita bersama dan sekaligus tantangan bagi sistem pendidikan kedokteran kita saat ini, apakah kita siap ataukah himbauan dari dikti ini benar-benar cocok bagi sistem pendidikan kita? Ketika hal ini diwajibkan kepada seluruh PTN/PTS nantinya dan mengharamkan apabila tidak dilakukan, bagaimana dengan kelulusan tahun ini? Tahun depan? Dan seterusnya? Apakah anda yakin akan bisa lulus dengan tepat waktu tiga setengah tahun untuk menyandang gelar “Sarjana Kedokteran (S,Ked)”? mari kita pikirkan bersama, dan mari kita saling memberi masukan kira-kira apa yang harus saya lakukan, dan Institusi (Fakultas Kedokteran) saya lakukan untuk mempersiapkan ini semua? Pelatihankah? Mengabaikan himbauan ini kah? Atau yang tragis berdemo? Hehe.. Jadi teman-teman seperjuanganku, mari kita pikirkan bersama dan ajak Institusi kita berfikir bersama-sama kita bagaimana strategi konkret dalam menyelesaikan isu ini? Ataukah kita hanya menjadi penonton tanpa ikut andil didalamnya? Inilah peran kita salah satunya sebagai dokter yaitu “The Agent of Change”. Mari berikan yang terbaik bagi pendidikan dokter di Indonesia ini. Semoga tulisan singkat ini dapat membuat kita menjadi memikirkannya bersama. Terimakasih (yos). Maret 2012 Refrensi: Tempo. (2012). Tanpa Sanksi, Syarat Jurnal Ilmiah Langkah Mundur. Diunduh pada 10 Maret 2012. Available at: http://www.tempo.co/read/news/2012/02/21/079385487/Tanpa-Sanksi-Syarat-Jurnal-Ilmiah-Langkah-Mundur Viva News. (2012). Syarat Jurnal Ilmiah Lulus S1 Jangan Dipaksa. Diunduh pada 10 Maret 2012. Available at: http://nasional.vivanews.com/news/read/287774-kebijakan-dirjen-dikti-dinilai-dadakan |